Kamis, 24 Juni 2010

Ku Cinta Kamu Apa Adanya

Seluruh penumpang di dalam bus merasa simpati melihat seorang wanita muda dg tongkatnya meraba-raba menaiki tangga bus. Dg tangannya yg lain dia meraba posisi di mana sopir berada, dan membayar ongkos bus.Lalu berjalan ke dalam bus mencari-cari bangku yg kosong dg tangannya. Setelah yakin bangku yg dirabanya kosong, dia duduk. Meletakkan tasnya di atas pangkuan, dan satu tangannya masih memegang tongkat.


Satu tahun sudah, Y, wanita muda itu, mengalami buta. Suatu kecelakaan telah berlaku atasnya, dan menghilangkan penglihatannya untuk selama-lamanya. Dunia tiba-tiba saja menjadi gelap dan segala harapan dan cita-cita menjadi sirna. Dia adalah wanita yg penuh dg ambisi menaklukan dunia, aktif di segala perkumpulan, baik di sekolah, rumah maupun di lingkungannya.


Tiba-tiba saja semuanya sirna, begitu kecelakaan itu dialaminya. Kegelapan, frustrasi, dan rendah diri tiba-tiba saja menyelimutijiwanya. Hilang sudah masa depan yg selama ini dicita-citakan. Merasa tak berguna dan tak ada seorangpun yg sanggup menolongnya selalu membisiki hatinya. “Bagaimana ini bisa terjadi padaku?” dia menangis. Hatinya protes, diliputi kemarahan dan putus asa. Tapi, tak peduli sebanyak apa pun dia mengeluh dan menangis, sebanyak apa pun dia protes, sebanyak apapun dia berdo’a dan memohon, dia harus tahu, penglihatannya tak akan kembali. Di antara frustrasi, depresi dan putus asa, dia masih beruntung, karena mempunyai suami yg begitu penyayang dan setia, B.


B adalah seorang prajurit TNI biasa yg bekerja sebagai security di sebuah perusahaan. Dia mencintai Y dg seluruh hatinya. Ketika mengetahui Y kehilangan penglihatan, rasa cintanya tidak berkurang. Justru perhatiannya makin bertambah, ketika dilihatnya Y tenggelam ke dalam jurang keputus-asaan. B ingin menolong mengembalikan rasa percaya diri Y, seperti ketika Y belum menjadi buta. B tahu, ini adalah perjuangan yg tidak gampang. Butuh extra waktu dan kesabaran yg tidak sedikit.


Karena buta, Y tidak bisa terus bekerja di perusahaannya. Dia berhenti dg terhormat. B mendorongnya supaya belajar huruf Braile. Dg harapan, suatu saat bisa berguna untuk masa depan. Tapi bagaimana Y bisa belajar? Sedangkan untuk pergi ke mana-mana saja selalu diantar B? Dunia ini begitu gelap. Tak ada kesempatan sedikitpun untuk bisa melihat jalan. Dulu, sebelum menjadi buta, dia memang biasa naik bus ke tempat kerja dan ke mana saja sendirian. Tapi kini, ketika buta, apa sanggup dia naik bus sendirian? Berjalan sendirian? Pulang-pergi sendirian? Siapa yg akan melindunginya ketika sendirian? Begitulah yg berkecamuk di dalam hati Y yg putus asa.


Tapi B membimbing jiwa Y yg sedang frustasi dg sabar. Dia merelakan dirinya untuk mengantar Y ke sekolah, di mana Y musti belajar huruf Braile. Dg sabar B menuntun Y menaiki bus kota menuju sekolah yg dituju. Dg susah payah dan tertatih-tatih Y melangkah bersama tongkatnya. Sementara B berada di sampingnya. Selesai mengantar Y dia menuju tempat dinas. Begitulah, selama berhari-hari dan berminggu-minggu B mengantar dan menjemput Y. Lengkap dg seragam dinas security.


Tapi lama-kelamaan B sadar, tak mungkin selamanya Y harus diantar; pulang dan pergi. Bagaimanapun juga Y harus bisa mandiri, tak mungkin selamanya mengandalkan dirinya. Sebab dia juga punya pekerjaan yg harus dijalaninya. Dg hati-hati dia mengutarakan maksudnya, supaya Y tak tersinggung dan merasa dibuang. Sebab Y, bagaimanapun juga masih terpukul dg musibah yg dialaminya.


Seperti yg diramalkan B, Y histeris mendengar itu. Dia merasa dirinya kini benar-benar telah tercampakkan. “Saya buta, tak bisa melihat!” teriak Y. “Bagaimana saya bisa tahu saya ada dimana? Kamu telah benar-benar meninggalkan saya.” B hancur hatinya mendengar itu. Tapi dia sadar apa yg musti dilakukan. Mau tak mau Y musti terima. Musti mau menjadi wanita yg mandiri.


B tak melepas begitu saja Y. Setiap pagi, dia mengantar Y menuju halte bus. Dan setelah dua minggu, Y akhirnya bisa berangkat sendiri ke halte. Berjalan dg tongkatnya. B menasehatinya agar mengandalkan indera pendengarannya, di manapun dia berada. Setelah dirasanya yakin bahwa Y bisa pergi sendiri, dg tenang B pergi ke tempat dinas.


Sementara Y merasa bersyukur bahwa selama ini dia mempunyai suami yg begitu setia dan sabar membimbingnya. Memang tak mungkin bagi B untuk terus selalu menemani setiap saat ke manapun dia pergi. Tak mungkin juga selalu diantar ke tempatnya belajar, sebab B juga punya pekerjaan yg harus dilakoni. Dan dia adalah wanita yg dulu, sebelum buta, tak pernah menyerah pada tantangan dan wanita yg tak bisa diam saja. Kini dia harus menjadi Y yg dulu, yg tegar dan menyukai tantangan dan suka bekerja dan belajar.


Hari-hari pun berlalu. Dan sudah beberapa minggu Y menjalani rutinitasnya belajar, dg mengendarai bus kota sendirian. Suatu hari, ketika dia hendak turun dari bus, sopir bus berkata, “saya sungguh iri padamu”. Y tidak yakin, kalau sopir itu bicara padanya. “Anda bicara pada saya?”
” Ya”, jawab sopir bus. “Saya benar-benar iri padamu”. Y kebingungan, heran dan tak habis berpikir, bagaimana bisa di duniaini, seorang buta, wanita buta, yg berjalan terseok-seok dg tongkatnya hanya sekedar mencari keberanian mengisi sisa hidupnya, membuat orang lain merasa iri?

“Apa maksud anda?” Y bertanya penuh keheranan pada sopir itu.
“Kamu tahu,” jawab sopir bus, “Setiap pagi, sejak beberapa minggu ini, seorang lelaki muda dg seragam militer selalu berdiri di seberang jalan. Dia memperhatikanmu dg harap-harap cemas ketika kamu menuruni tangga bus. Dan ketika kamu menyeberang jalan, dia perhatikan langkahmu dan bibirnya tersenyum puas begitu kamu telah melewati jalan itu. Begitu kamu masuk gedung sekolahmu, dia meniupkan ciumannya padamu, memberimu salut, dan pergi dari situ. Kamu sungguh wanita beruntung, ada yg memperhatikan dan melindungimu”.


Air mata bahagia mengalir di pipi Y. Walaupun dia tidak melihat orang tsb, dia yakin dan merasakan kehadiran B di sana. Dia merasa begitu beruntung, sangat beruntung, bahwa B telah memberinya sesuatu yg lebih berharga dari penglihatan. Sebuah pemberian yg tak perlu untuk dilihat; kasih sayang yg membawa cahaya, ketika dia berada dalam kegelapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar